Nafas ini terasa amat sangat berat ketika aku mulai
melihat redup lampu yang menyinari seluruh isi kamarku. Apa yang terjadi ? apa
yang telah aku alami ? beberapa pertanyaan muncul dibenak ku searah dengan
kesadaranku yang mulai menggerogoti alam lain yang telah menenggelamkan dunia
nyata ini. Kembali aku mencoba mengingat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang mencoba menyelubungi pikiranku.
Aku telah dipertemukan dengannya, setelah sekian lama
kami tidak saling bercanda ria, menghabiskan waktu hanya untuk membicarakan
suatu hal sampai banyak hal, atau bahkan hanya sekedar bertatap muka.pertemuan
ini benar-benar sebuah pertemuan yang tidak terduga dan terencanakan
sebelumnya.
Dengan sedikit khawatir aku mulai melirik arloji yang
tertempel menghiasi pergelangan tangan kiriku. Kali ini aku harus merubah
gerakan kakiku menjadi sedikit berlari kecil. “Aku telah terlambat beberapa
menit”. Benar saja, ketika langkah kaki ini memasuki sebuah ruangan, semua mata
memandang kearah ku, aku mencoba tenang dan mengatur pernafasan yang mulai
sedikit kurang lancar, aku mempersilahkan pembawa acara untuk kembali
melanjutkan kata-katanya dalam acara seminar ini, aku masih bisa sedikit
bernafas lega dan mulai mempersiapkan diri karena acara masih belum sampai
kepada acara inti, yaitu pemberian materi.
Aku melangkahkan kaki ini kehadapan seluruh peserta, kali
ini aku bertindak sebagai seorang pemberi materi kepada seluruh peserta dalam
seminar. Semua berjalan seperti biasanya hingga selesai, tiba-tiba jantung ku
terasa sangat cepat berdetak ketika kedua mata ini menuju ke sosok wanita yang
sedang duduk pada saf kedua dari belakang, sebuah tanda dikening, dan beberapa
tanda lain yang menghiasi wajahnya. Aku sedikit terpaku, tidak tahu apa yang
harus ku lakukan, antara sebuah kepastian dan ketidak yakinan. Dia berbeda, dia
telah berubah, dia acuh atau memang tak mengenalku lagi, dia tidak seperti yang
aku kenal, yang lebih membuatku kesal adalah hijab yang dulu menghiasi
tubuhnya, kini telah tiada. Bergantikan dengan untaian mahkota yang bergantikan
warna. Aku ingin marah dan mempertanyakan langsung kepadanya, namun aku hanya
bisa meneteskan air mata dan pergi meninggalkannya dengan sejuta pertnyaan dan
statement.
“Aku
tidak ingin melanjutkannya”. Teriak hati ini.
Bersusah
payah hati dan pikiran ini menyadarkanku dalam kesendirian dan perenungan yang
tak aku inginkan terhadap pertemuan tersebut.
“Kriiiing,,,kriiing..”.
alarm telah menyelamatkan ku dari dunia mimpi, namun air mata ini masih tetap
mengalir di pipi. Ini merupakan mimpi kedua yang ku dapatkan dalam sepekan akan
hadirnya dirimu dalam dunia fatamorgana.
No comments:
Post a Comment