Dari Sini Kami
Memulai
Mengapa
kami berada dijalan ini ?
Melangkah
dijalan ini merupakan bagian dari rasa syukur kami atas hidayah Allah Swt
kepada kami. J
Rasulullah pernah berpesan “ Barang siapa mengajak
kepada petunjuk Allah, maka ia akan mendapat
pahala yang sama seperti jumlah
pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun oleh pahala mereka.”
(HR.Muslim)
“Sesungguhnya Allah, para Malaikat, semut yang ada
didalam lubangnya, bahkan ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia.”(HR.Tirmidzi)
Mengapa kami berada dijalan da’wah ?
Karena da’wah akan menjadi penghalang turunnya azab
Allah SWT.
Rasulullah saw dalams ebuah hadits nya juga
mengisyaratkan azab Allah swt atas orang-orang yang meninggalkan da’wah dan
kewajiban amar ma’ruf nahyul mungkar.
Seperti dikatakan Imam Al Ghazali :”Hendaknya orang
yang ingin berpergian memilih teman. Jangan ia keluar seorang diri. Pilih teman
dahulu barulah tempuh perjalanan. Sesungguhnya orang itu tergantung agama
temannya. Dan seseorang tidak dikenal kecualidengan melihat siapa temannya..”
(ihya’ ulumiddin, 2/202)
“Andai manusia mengetahui apa yang akan dialami
seseorang jika ia seorang diri, niscaya tak ada orang yang menempuh perjalanan
malam seorang diri.” (Fath Al Bary, 6/138)
Maka dari itu salah satu syarat perjalanan itu
adalah : Ar rafiiq ash shaalih (teman yang baik).
Saling bersatu dan membantu, tidak sendiri-sendiri
dan melakukan pekerjaan dalam kebaikan dan ketaqwaan secara berjamaah itulah
arti dari Amal jama’i.
Dalam da’wah, para Pemimpin adalah mereka yang memiliki keistimewaan dalam akhlak,
ukhuwwah, idariyah (manajemen) dan wawasan ilmunya. Seperti yang dikatakan oleh
Imam Al Ghazali “ Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling
baik akhlaknya, paling lembut dengan
teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mudah diminta persetujuan
dalam urusan penting, menetukan arah perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa
kesatuan pengaturan. Tidak ada kerusakan kecuali karena pengatur alam semesta
ini adalah satu.”(Ihya Ulumiddin,2/202)
Dalam kehidupan, interaksi terkadang memunculkan
jarak, ketidaknyamanan, perbedaan pendapat, perselisihan, bahkan ketidaksukaan
hingga kebencian dan permusuhan dan ini diperlukan sebuah jiwa yang toleran dan
bisa memahami secara lebih bijak menyikapi sifat dan karakter sesama saudara di
jalan ini.
Rasulullah bersabda :” Jika ada seorang yang
mencacimu dan menghinamu dengan suatu yang ia ketahui ada pada dirimu, maka
janganlah engkau kembali melakukan hal yang sama lantaran ada sesuatu yang
engkau ketahui ada pada dirinya. Karena dengand emikian engkau akan mendapatkan
pahal dan ia akan mendapatkan dosanya. Dan janganlah engkau mencaci
seorangpun.”(Al Ahaadits Shahihah, Al Albani no.770)
Kebersamaan buka tanpa perselisihan, namun kebersamaan membutuhkan kekompakan, kesepakatan, kesesuaian, kedekatan, dan
keintiman.
Dunia ini hanyalah jembatan, bukan
tempat tinggi apalagi tujuan yang dikehendaki.
Ibnul Al Jauziyah rahimahullah
menyebutkan ada tiga kelompok manusia yaitu :
1. Kelompok Zaalimun
li nafsihi merupakan orang-orang yang lalai dalam mempersiapkan bekal.
2. Kelompok Muqtashid
merupakan mereka yang mengambil bekal secukupnya saja untuk bisa sampa ke
tujuan perjalanan.
3. Kelompok Sababiqun
bil khairat, yaitu orang-orang yang obsesinya adalah untuk meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dan sebaik-sebaiknya perbekalan itu adalah : Taqwa . barangsiapa diantara kita yang
minim ketaqwaannya , maka ia akan semakin melemah dan tidak mampu mengikuti
perjalanan ini.