Hijrah Hati menuju taqwa, menelusuri jejak sang idola, kecil dibina, remaja terjaga, muda bersahaja, keluarga bahagia, tua sejahtera, meninggalkan dunia untuk surga,.. InsyaAllah

maritime tourism, Historical heritage and cultural resource in Suak Gual, Indonesia (wisata bahari, sejarah dan budaya di pulau mendanau bangka belitung )

Pesona mercusuar tanjung lancor dari laut Pesona pariwisata dan khasanah alam budaya memiliki prospek yang cukup potensial untuk me...

Pulang (?)


Hujan mei telah memamerkan diri pada pukul delapan pagi ketika aku ingin bergegas memulai hari. aku tak pernah tahu jika sepertinya dua musim telah sepakat berdamai untuk hadir bertemu silih berganti tanpa ada jeda panjang yang memisahkan mereka. seperti halnya ketidaktahuanku tentang penantian yang akhirnya berakhir di stasiun kereta beberapa saat lalu. namun, aku tak ingin larut menilik-nilik. menginterpretasi probabilitas yang penuh ketidakpastian.bukankah hidup menjadi lebih menarik jika beberapa hal tidak terjelaskan.? menegangkan dan misterius.
dan rasanya memang kita ditakdirkan untuk tidak pernah mengerti beberapa hal. namun, satu hal yang kita tahu, bahwa setiap hal yang terjadi bukan tanpa karena suatu alasan.

pagi ini, aku memilih membuka pagi dengan duduk disamping jendela bersama  secangkir teh yang tersaji, disebuah ruang perawatan rumah sakit di jantung kota. sosok perempuan di stasiun itu terlihat lemas. emosi, kebencian, kemarahan dan kesedihan yang tak lagi terbendung, membangkitkan penyakit yang ia derita.

"Dunia jadi lebih indah jika diamati dari balik jendela," jelasku tanpa ditanya
ia mengangguk sekali dan mengangkat dagunya. Ditatapnya kosong kearah cangkir dihadapannya. ekspresi datar dan dingin.
"besok, kamu sudah bisa kembali pulang," ucapku.
Kedua matanya menghujam mataku. Ada marah yang tersimpan disana tapi  jiwanya terlihat lebih tenang dari hari sebelumnya
"Aku hanya mau mereka berdamai, memperbaiki semuanya, dan menjadikan rumah itu layak untuk pulang, Hanya itu!" Ucapnya dengan suara menahan tangis.
aku memilih tidak memberikan komentar. Lalu, kuangkat cangkir teh mendekati bibirnya dan diteguknya sekali.
"Aku selalu siap untuk pulang. Selalu siap memberikan hati pada rumah teraman dan damai,..," lanjutnya
"Kamu harusnya memilih,. Bukan menunggu..,"jawabku membuatnya bingung.
"Apa yang harus aku pilih , ketika pilihannya adalah paksaan?" Balasnya.
aku menggeleng. Bukan karena aku tidak bisa menjawab pertanyaan, tetapi karena bagiku  pertanyaannya adalah pertanyaan yang bukan untuk dijawab
"apa yang kamu ketahui tentang kehilangan,? kamu belum merasakannya" suaranya tersedak tangis
"aku memang tidak merasakannya," jawabku singkat. aku tahu, bahwa ia selalu ingin pulang. Ia selalu inginkan pulang kerumahnya sendiri dan menjadikan rumahnya sebagai istana teraman untuknya. namun sayang.

" 23 tahun aku bersama sebuah keluarga, tapi sampai saat ini rasanya aku tidak memiliki keluarga itu, memiliki dan kehilangan adalah dua hal yang belum pernah aku rasakan,  dan itulah salah satu alasanku datang ke kotamu ini" jawabku dingin, sedingin udara yg menembus sela-sela jari yang tertempel di kaca jendela



bersambung...




#Ruang Masa Depan

Perempuan di Stasiun



Aku Menarik nafas lega saat melihat bangku tunggu di peron dua yang masih kosong. ku lirik jam stasiun didekatnya, pukul sepuluh kurang lima belas. masih lima belas menit lagi sebelum kereta datang ke stasiun ini.

setelah mengibas bangku dengan jaket, aku duduk. menyesap pelan-pelan atte yang kubeli dari minimarket dekat sekitas stasiun. Pelan-pelan pula, aku mengatur irama jantungku yang mulai berdetak dengan irama paling tak beraturan.

Tuhan, bahkan sebelum sosok itu sampai saja, ribuan burung pelatuk dalam dadaku sudah sangat sibuk. sling memagut sampai hentakannya tak lagi berirama seperti yang otak ku perintahkan. aku menarik nafas pelan, memantrai hatiku sendiri, Jangan konyl, Hati, kau dan aku akan bersikap biasa-biasa saja hari ini. mari kita bekerja sama.

Kukeluarkan novel dari dalam tasku. sebenarnya ini bukan jenis novel yang biasa aku baca. namun saat itu, ia sempat menyebut kalau novel ini adalah salah satu favoritnya, jadi dengan segala cara kucari tahu tentang novel sekaligus penulisnya.

Namun, kali ini otakku tak bisa diperintah begitu saja, mungkin karena ribuan burung ribuan burung pelatuk didadaku yang tak juga mau diam. Hufft,  aku menghela napas lagi. selalu seperti ini. aku sudah memikirkan semua hal-hal yang bisa aku katakan didepannya nanti. Namun, begitu kakiku menginjak teritorial stasiun, semua hal itu menguap, berganti rasa tak karuan yang entah datang dari mana. Akhirnya, ku lupakan novel ditanganku. Aku membiarkan pikiranku kembali ke saat bertemu dengannya distasiun ini. untuk pertama kalinya.

Advertisement

Hijrah Hati menuju taqwa, menelusuri jejak sang idola, kecil dibina, remaja terjaga, muda bersahaja, keluarga bahagia, tua sejahtera, mati masuk surga,.. InsyaAllah

Popular